Tradisi rampogan sima di alun-alun Blitar, 1892 (2)

Rampogan sima atau rampok macan adalah tradisi masyarakat Jawa zaman dahulu yang ikut andil dalam mempercepat punahnya harimau Jawa. Adat ini biasanya dilaksanakan di alun-alun besar pada sebuah hari raya.

Dalam acara ini, harimau yang sudah ditangkap dari hutan atau pinggir hutan, dibawa ke tengah alun-alun dengan kandang tertutup. Sementara itu sekeliling alun-alun sudah dijaga rapat oleh para lelaki bersenjata bambu runcing panjang. Kandang harimau kemudian dibuka, kemungkinan besar dengan mekanisme jarak jauh dengan menggunakan tali. Si harimau akan keluar atau dipaksa keluar dengan api atau ledakan dan kemungkinan juga sorak sorai dari sekeliling alun-alun.

Naluri di macan tentunya akan berlari menjauh dari keramaian manusia. Tapi di tiap sudut yang dia dekati dia akan dihujani tusukan bambu runcing. Sebuah situasi yang tidak memang tidak memberi kesempatan bagi si harimau untuk menang. Pada akhirnya dia akan tewas, setelah kehabisan tenaga dan luka tusuk yang bertubi-tubi.

Di tahun 1905 pemerintah kolonial Hindia-Belanda secara resmi melarang tradisi ini.

Si harimau tergeletak mati di tengah alun-alun
(klik untuk memperbesar | � Universiteit Leiden)
Penonton mulai berani masuk ke arena
(klik untuk memperbesar | � Universiteit Leiden)
Kandang macan sudah kosong semua
(klik untuk memperbesar | � Universiteit Leiden)
Acara berakhir ...
(klik untuk memperbesar | � Universiteit Leiden
... penonton bubar
(klik untuk memperbesar | � Tropenmuseum)

Waktu: antara 1877-1892
Tempat: Blitar
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer: H.G. Rimestadt
Sumber / Hak cipta: Universiteit Leiden / Tropenmuseum
Catatan: Foto-foto ini banyak beredar dan sudah banyak direproduksi sejak zaman Belanda dulu. Keterangan waktu dan tempat bisa bervariasi, tetapi tampaknya informasi yang dicantumkan di atas adalah yang paling akurat.

Post a Comment

Previous Post Next Post